Konsultan CV

Jumat, 19 Februari 2010

Saya bekerja sebagai Konsultan Curriculum Vitae [CV] dan Surat Lamaran kerja mulai tahun 2004. Modalnya cuma pengalaman dan belajar secara otodidak. Bahan-bahan tentang jobhunting, penulisan surat lamaran kerja, CV, serta wawancara kerja saya baca dari buku dan internet. Materi yang dipelajari itu kemudian saya praktikkan. Bahkan lama-kelamaan saya punya kegemaran mengirim surat lamaran kerja untuk mengetes CV dan surat lamaran kerja serta mencari kesempatan wawancara kerja.

Semua panggilan wawancara kerja itu saya jadikan kesempatan untuk belajar: mengamati pertanyaan dan sikap pewawancara, memperhatikan jawaban dan gerak-gerik saya. Selain itu wawancara kerja juga berguna untuk menambah pengetahuan saya soal perusahaan atau organisasi tersebut -- karena pewawancara sering memberi penjelasan singkat tentang perusahaan itu atau posisi yang sedang dibutuhkan. Biasanya juga ada kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Jadi itulah pengalaman awal saya berkenalan dengan dunia jobhunting sampai wawancara kerja.


Setelah bekerja di beberapa kantor, saya sering mendapat pengalaman ikut menyeleksi lamaran yang masuk dan duduk di sisi panel para pewanwancara. Meskipun latar belakang saya bukan di bidang HRD namun memang lazim bagi staff level Officer atau Manager untuk ikut dalam proses itu. Dari pengalaman mereview tumpukan berkas lamaran kerja, terlihat sebagian pelamar masih lemah dalam mempresentasikan dan mempromosikan diri. Saya sering berpikir bahwa para pelamar kerja itu belum tentu tidak kompeten dalam bidangnya. Mereka tidak lolos seleksi karena presentasinya melalui surat lamaran kerja dan CV kurang menarik dan meyakinkan.

Karena pengalaman itulah saya memutuskan mengembangkan diri menjadi Konsultan CV dan Surat Lamaran Kerja. Jasa seperti ini sebenarnya bukan hal baru di luar negeri seperti Amerika dan Inggris. Namun di Indonesia masih terbilang langka. Kondisi Konsultan CV di Indonesia mirip kisah 2 orang yang ingin menjual sepatu di suatu negara yang sebagian penduduknya tidak memakai alas kaki. Salah seorang dari mereka bilang "Wah, sulit menjual sepatu di sini. Sebaiknya kita pindah ke negara lain saja." Sementara seorang lainnya justru berkata, "Hlo mengapa pindah? Justru di sini banyak yang membutuhkan sepatu."

0 komentar:

DO-IT-YOURSELF

DO-IT-YOURSELF

WE'LL HELP YOU

WE'LL HELP YOU

WE'LL DO IT FOR YOU

WE'LL DO IT FOR YOU

  © Blogger template Cumulus by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP